Susu kambing
adalah susu yang dihasilkan oleh kambing betina setelah melahirkan,
dalam jangka waktu 0-3 hari dihasilkan susu kolostrum yang mengandung
sangat banyak zat gizi jika dibandingkan dengan susu sapi, susu kambing
pun biasanya dikonsumsi sekadarnya saja, atau lebih karena susu ini
dianggap mampu menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Susu kambing
rata-rata banyak dikonsumsi di Timur Tengah sejak 7000 SM.
Susu Kambing dalam Peradaban Islam
Ummat Islam tentu tahu bahwa Rasulullah
biasa meminum susu kambing, dan bukan susu sapi atau pun unta. Ternyata
kebiasaan atau sunnah beliau yang satu ini juga menyimpan banyak hikmah.
Dikisah dari Ummu Ma’bad :
Perjalanan hijrah Rasulullah yang
disertai sahabat beliau, Abu Bakr Ash-Shiddiq berlangsung diam-diam,
menghindari kejaran Quraisy. Perjalanan yang tak ringan. Di tengah
payahnya perjalanan Makkah-Madinah, mereka singgah di sebuah tenda,
tempat tinggal sepasang suami istri yang selalu memberikan jamuan kepada
orang-orang yang singgah di sana. Peristiwa yang menakjubkan pun
terjadi dalam kehidupan seorang wanita bernama Ummu Ma’bad.
Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyah, Atikah
bintu Khalid bin Khalif bin Munqidz bin Rabi’ah bin Ashram bin Dhabis
bin Haram bin Habsyiyah bin Salul bin Ka’b bin ‘Amr dari Khuza’ah. Dia
menikah dengan sepupunya, Tamim bin ‘Abdil ‘Uzza bin Munqidz bin Rabi’ah
bin Ashram bin Dhabis bin Haram bin Habsyiyah bin Salul bin Ka’b bin
‘Amr dari Khuza’ah. Mereka dikaruniai seorang anak yang mereka beri nama Ma’bad. Dengan nama inilah mereka berkunyah.
Mereka berdua tinggal di Qudaid, antara
Makkah dan Madinah. Namun mungkin mereka tak pernah menyangka, tempat
tinggal mereka akan menjadi tempat yang masyhur dengan singgahnya utusan
Allah di sana.
Ummu Ma’bad adalah seorang wanita yang
tekun dan ulet. Dia biasa duduk di serambi tendanya, memberi makanan dan
minuman kepada siapa pun yang melewati tendanya.
Sementara itu, Rasulullah dan Abu Bakr
hendak melanjutkan perjalanan kembali setelah bersembunyi selama tiga
hari dalam gua. Budak Abu Bakr, ‘Amr bin Fuhairah menyertai mereka. Juga
seorang penunjuk jalan, Abdullah bin ‘Uraiqith Al-Laitsi yang datang
pada hari yang ditentukan membawa dua tunggangan milik Rasulullah n dan
Abu Bakr. Senin dini hari mereka berangkat.
Selasa, mereka sampai di Qudaid.
Berempat mereka singgah di tenda Ummu Ma’bad. Rasulullah n dan Abu Bakr
meminta daging dan kurma yang dia miliki. Mereka hendak membelinya.
“Kalau kami memiliki sesuatu, tentu
kalian tidak akan kesulitan mendapat jamuan,” kata Ummu Ma’bad. Saat itu
adalah masa paceklik, kambing-kambing pun tidak beranak.
Rasulullah melihat seekor kambing betina
di samping tenda. “Mengapa kambing ini?” tanya beliau. “Dia tertinggal
dari kambing-kambing yang lain karena lemah,” jawab Ummu Ma’bad. “Apa
dia masih mengeluarkan susu?” tanya Rasulullah lagi. “Bahkan dia lebih
payah dari itu!” ujar Ummu Ma’bad.
“Apakah engkau izinkan bila kuperah
susunya?” tanya Rasulullah. “Boleh, demi ayah dan ibuku,” jawab Ummu
Ma’bad. “Bila kau lihat dia masih bisa diperah susunya, perahlah!”
Rasulullah mengusap kantong susu kambing
betina itu sambil menyebut nama Allah dan berdoa. Seketika itu juga,
kantong susu kambing betina itu menggembung dan membesar. Rasulullah
meminta bejana pada Ummu Ma’bad, lalu memerah susu kambing itu dalam
bejana hingga penuh. Rasulullah n menyerahkan bejana itu pada Ummu
Ma’bad. Ummu Ma’bad pun meminum susu itu hingga kenyang. Setelah itu
beliau memberikannya kepada yang lainnya hingga mereka pun kenyang.
Barulah beliau minum susu itu.
Rasulullah memerah susu kambing itu lagi
hingga bejana memenuhi bejana. Beliau tinggalkan bejana yang penuh
berisi susu itu untuk Ummu Ma’bad, kemudian mereka melanjutkan
perjalanan.
Tak lama kemudian, suami Ummu Ma’bad
datang sambil menggiring kambing-kambing yang kurus dan lemah. Ketika
melihat bejana berisi susu, dia bertanya keheranan, “Dari mana susu ini?
Padahal kambing-kambing kita tidak beranak dan di rumah tak ada kambing
yang bisa diperah!”
“Demi Allah,” kata Ummu Ma’bad. “Tadi ada seseorang yang penuh berkah lewat di sini. Di antara ucapannya, begini dan begini ….”
“Demi Allah,” sahut Abu Ma’bad, “Aku yakin, dialah salah seorang Quraisy
yang sedang mereka cari-cari! Gambarkan padaku, bagaimana ciri-cirinya,
wahai Ummu Ma’bad!”
Ummu Ma’bad pun melukiskan sifat
Rasulullah n yang dilihatnya, “Dia sungguh elok. Wajahnya berseri-seri.
Bagus perawakannya, tidak gemuk, tidak kecil kepalanya, tampan rupawan.
Bola matanya hitam legam, bulu matanya panjang. Suaranya agak
serak-serak, dan lehernya jenjang. Jenggotnya lebat, matanya jeli
bagaikan bercelak. Alisnya panjang melengkung dengan kedua ujung yang
bertemu, rambutnya hitam legam. Bila diam, dia tampak berwibawa, bila
berbicara, dia tampak ramah. Amat bagus dan elok dilihat dari kejauhan,
amat tampan dipandang dari dekat. Manis tutur katanya, tidak sedikit
bicaranya, tidak pula berlebihan, ucapannya bak untaian marjan.
Perawakannya sedang, tidak dipandang remeh karena pendek, tak pula
enggan mata memandangnya karena terlalu tinggi. Dia bagai pertengahan
antara dua dahan, dia yang paling tampan dan paling mulia dari ketiga
temannya yang lain. Dia memiliki teman-teman yang mengelilinginya. Bila
dia berbicara, mereka mendengarkan ucapannya baik-baik. Bila dia
memerintahkan sesuatu, mereka dengan segera melayani dan menaati
perintahnya. Dia tak pernah bermuka masam dan tak bertele-tele
ucapannya.”
Mendengar penuturan itu, Abu Ma’bad
berkata yakin, “Demi Allah, dia pasti orang Quraisy yang sedang mereka
cari-cari. Aku bertekad untuk menemaninya, dan sungguh aku akan
melakukannya jika kudapatkan jalan untuk itu!”
Hari yang penuh kebaikan dari sisi Allah
. Pada hari itu, Ummu Ma’bad masuk Islam.1 Dikisahkan, kambing Ummu
Ma’bad yang diusap oleh Rasulullah panjang umurnya. Kambing itu tetap
hidup sampai masa pemerintahan ‘Umar ibnul Khaththab tahun 12 H dan
selalu mengeluarkan air susunya saat diperah, pagi maupun sore hari.
Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyah, semoga Allah meridhainya ….
Wallahu ta’ala a’lamu bish shawab.
(Al-Ishabah, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar
Al-‘Asqalani (8/305-307), Al-Isti’ab, karya Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr
(4/1876,1958-1962), Ath-Thabaqatul Kubra, karya Al-Imam Ibnu Sa’d
(8/288), Ats-Tsiqat, karya Al-Imam Ibnu Hibban (1/123-128), Mukhtashar
Siratir Rasul, karya Al-Imam Muhammad bin ‘Abdil Wahhab (hal. 131-133))
[http://mediaherbal.com/banyak-khasiat-dari-susu-kambing-minuman-rasulullah-saw-304.html]